Dalam kegiatan Home Stay yang diselenggarakan
oleh sekolahku,aku mendapatkan jatah tempat di desa Gombengsari,Kecamatan
Kalipuro. Desa ini menarik perhatianku,soalnya aku nggak pernah mendengar apalagi mengunjungi desa ini
sebelumnya. Awalnya aku agak kecewa kenapa aku dan beberapa temanku ditempatkan
di desa ini. Tapi,lama-kelamaan pikiran itu menghilang dan digantikan oleh
hal-hal yang menyenangkan selama berada di sana.
Pembukaan kegiatan Home Stay
dilaksanakan di Balai Desa Gombengsari. Disana,kami semua berkumpul untuk
mendengarkan penjelasan-penjelasan mengenai desa Gombengsari. Ternyata,desa ini
merupakan desa di Kabupaten Banyuwangi dengan pendapatan penduduk per kapita
terendah. Mendengar hal itu,aku merasa tertantang dan ingin segera merasakan
hidup sebagai warga Gombeng dengan meninggalkan kehidupan metropolitan.
Disana,aku beserta rombongan
diperkenalkan pada induk semang masing-masing. Aku dan kelompok sempat
penasaran dengan induk semang kami. Sesaat kemudian,kelompok kami dipanggil dan
diperkenalkan dengan induk semang kami yang bernama Mbah Niswati.
Beliau sangat baik dan ramah
terhadapku dan teman-teman. Mbah Nis,begitulah aku memanggilnya,tidak pernah
sekalipun mengeluh terhadap apa yang Mbah hadapi. Mbah sangat sabar dan tabah
dalam menjalani hidupnya. Tempat tinggalnya pun sangat sederhana,hanya
berlantaikan tanah dan berdinding anyaman bambu. Jarak dari jalan besar menuju
ke rumah Mbah juga cukup jauh. Butuh waktu sekitar 20 menit dengan berjalan
kaki. Jalannya pun sempit dan berbatu. Jika hujan,jalanan akan sangat becek.
Hal yang paling berkesan selama aku berada
di sana adalah disaat saya benar-benar menyatu dengan keadaan keluarga yang
sederhana itu dan juga masyarakat Gombeng hanya dalam waktu 3 hari. Mereka
semua sangat ramah dan mudah bersahabat. Sangat berbeda dari orang-orang kota
biasanya.
Selama di rumah Mbah Nis,aku belajar ngarit (mencari rumput) untuk makan sapi peliharaan Mbah Nis.
Selain itu,saya juga belajar nyerit
blarak (daun kelapa yang kering)untuk dijadikan sapu lidi. Ini pengalaman
pertamaku! Satu ikat sapu lidi hanya dijual Rp.600,00-Rp. 800,00. Sungguh tidak
sepadan dengan keringat dan usaha yang dikeluarkan untuk nyerit blarak itu. Kelihatannya saja mudah,begitu dicoba
sendiri,ternyata sulit juga. Lidi seringkali patah dan tidak sempurna. Aku yang
dibantu teman-teman saja sudah kewalahan untuk nyerit blarak sebanyak itu. Sedangkan Mbah,biasanya melakukan hal
itu sendirian. Aku berusaha untuk nggak mengeluh,aku nggak mau kalah dengan
Mbah yang umurnya sudah renta,tetapi tetap bersemangat dan tidak pernah putus
asa.
Banyak hal-hal mengesankan selama aku menjalani kehidupanku disana.
Intinya,aku dan teman-teman sangat betah berada disana. Satu hal yang dapat
kupelajari dari Mbah Nis dan keluarganya,yaitu “JANGAN MUDAH MENGELUH DAN PUTUS
ASA DALAM BERUSAHA. BAGAIMANAPUN JUGA KONDISI KITA SAAT ITU. MENGELUH HANYA
DAPAT MENGHAMBAT USAHA KITA UNTUK MENJADI LEBIH BAIK DARI SEKARANG !! “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar