Rabu, 25 Januari 2012

Cerita Homestay-ku



               Dalam kegiatan Home Stay yang diselenggarakan oleh sekolahku,aku mendapatkan jatah tempat di desa Gombengsari,Kecamatan Kalipuro. Desa ini menarik perhatianku,soalnya aku nggak  pernah mendengar apalagi mengunjungi desa ini sebelumnya. Awalnya aku agak kecewa kenapa aku dan beberapa temanku ditempatkan di desa ini. Tapi,lama-kelamaan pikiran itu menghilang dan digantikan oleh hal-hal yang menyenangkan selama berada di sana.
            Pembukaan kegiatan Home Stay dilaksanakan di Balai Desa Gombengsari. Disana,kami semua berkumpul untuk mendengarkan penjelasan-penjelasan mengenai desa Gombengsari. Ternyata,desa ini merupakan desa di Kabupaten Banyuwangi dengan pendapatan penduduk per kapita terendah. Mendengar hal itu,aku merasa tertantang dan ingin segera merasakan hidup sebagai warga Gombeng dengan meninggalkan kehidupan metropolitan.
            Disana,aku beserta rombongan diperkenalkan pada induk semang masing-masing. Aku dan kelompok sempat penasaran dengan induk semang kami. Sesaat kemudian,kelompok kami dipanggil dan diperkenalkan dengan induk semang kami yang bernama Mbah Niswati.
            Beliau sangat baik dan ramah terhadapku dan teman-teman. Mbah Nis,begitulah aku memanggilnya,tidak pernah sekalipun mengeluh terhadap apa yang Mbah hadapi. Mbah sangat sabar dan tabah dalam menjalani hidupnya. Tempat tinggalnya pun sangat sederhana,hanya berlantaikan tanah dan berdinding anyaman bambu. Jarak dari jalan besar menuju ke rumah Mbah juga cukup jauh. Butuh waktu sekitar 20 menit dengan berjalan kaki. Jalannya pun sempit dan berbatu. Jika hujan,jalanan akan sangat becek.
            Hal yang paling berkesan selama aku berada di sana adalah disaat saya benar-benar menyatu dengan keadaan keluarga yang sederhana itu dan juga masyarakat Gombeng hanya dalam waktu 3 hari. Mereka semua sangat ramah dan mudah bersahabat. Sangat berbeda dari orang-orang kota biasanya.
Selama di rumah Mbah Nis,aku belajar ngarit (mencari rumput) untuk makan sapi peliharaan Mbah Nis. Selain itu,saya juga belajar nyerit blarak (daun kelapa yang kering)untuk dijadikan sapu lidi. Ini pengalaman pertamaku! Satu ikat sapu lidi hanya dijual Rp.600,00-Rp. 800,00. Sungguh tidak sepadan dengan keringat dan usaha yang dikeluarkan untuk nyerit blarak itu. Kelihatannya saja mudah,begitu dicoba sendiri,ternyata sulit juga. Lidi seringkali patah dan tidak sempurna. Aku yang dibantu teman-teman saja sudah kewalahan untuk nyerit blarak sebanyak itu. Sedangkan Mbah,biasanya melakukan hal itu sendirian. Aku berusaha untuk nggak mengeluh,aku nggak mau kalah dengan Mbah yang umurnya sudah renta,tetapi tetap bersemangat dan tidak pernah putus asa.
Banyak hal-hal mengesankan selama aku menjalani kehidupanku disana. Intinya,aku dan teman-teman sangat betah berada disana. Satu hal yang dapat kupelajari dari Mbah Nis dan keluarganya,yaitu “JANGAN MUDAH MENGELUH DAN PUTUS ASA DALAM BERUSAHA. BAGAIMANAPUN JUGA KONDISI KITA SAAT ITU. MENGELUH HANYA DAPAT MENGHAMBAT USAHA KITA UNTUK MENJADI LEBIH BAIK DARI SEKARANG !! “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar